Thursday, February 11, 2010

Magdeburg, Saxon-Anhalt, Jerman

Magdeburg? Dimanakah itu?....inilah yang selalu terlontarkan oleh setiap orang yang pertama kali mendengar nama tersebut saat saya sedang menceritakan masa-masa sekolah saya dulu, dikala mengambil pendidikan Master di Jerman selama kurun waktu 2003 akhir hingga awal 2005. Memang terasa aneh terdengar terutama bagi kita, seakan-akan untuk melafalkan saja sangat sulit. Magdeburg adalah suatu kota yang berada di wilayah Jerman Timur, kira-kira 2 jam dari Berlin, yang saat terjadinya perang dingin dan Jerman masih terbagi menjadi Jerman Barat dan Jerman Timur, kota ini menjadi salah satu kota industri besar yang memberikan andil perekonomian kepada negara tersebut.

Merupakan ibukota dari negara bagian Sachsen-Anhalt yang dilalui oleh sungai Elbe dengan mayoritas penduduknya yang pada saat itu memiliki mata pencaharian sebagai pekerja industri. Pasca perang dingin, hampir sebagian besar industri di Magdeburg runtuh, dan mayoritas orang berpaling ke wilayah Jerman Barat yang mendapatkan banyak dukungan dari negara-negara blok sekutu. Hal ini menyebabkan sebagian besar orang-orang muda Magdeburg banyak yang bermigrasi ke kota-kota besar, khususnya Berlin yang merupakan salah satu pusat kebudayaan dan dianggap sebagai pintu gerbang pertemuan Barat dan Timur setelah penyatuan Jerman.

Gambaran kota Magdeburg saat ini yang bisa kita lihat saat kita mengunjungi kota tersebut, hampir di setiap sudut jalan banyak sekali manula yang lalu-lalang. Seakan-akan, Magdeburg didominasi hanya oleh para manula dibandingkan dengan kelompok manusia produktif. Tetapi itu semua bukanlah gambaran sebenarnya dari kota ini, karena Magdeburg juga merupakan kota pelajar dimana perusahaan besar seperti VW menjalin kerjasama dengan Otto-von-Guericke Universitat Magdeburg, universitas dimana saya menuntut ilmu.

Katedral Magdeburg (Magdeburger Dom)

Awalnya sayapun tidak mengetahui tentang kota ini, sampai akhirnya pada tahun 2002 seorang teman SMA saya memberitahukan bahwa ia melanjutkan pendidikannya ke Magdeburg untuk mengambil gelar Master di Otto-von-Guericke Universitat Magdeburg pada jurusan Quality, Safety & Environment (QSE). Suatu jurusan yang kala itu masih sangat jarang terdengar dan belum diketahui oleh banyak orang. Entah apa yang ada dipikiran saya kala itu, tanpa pikir panjang, saya lantas mempelajari prospektus jurusan ini beserta universitasnya melalui internet, serta terus mencari informasi dari teman saya tersebut. Ternyata jurusan ini masih tergolong baru dan merupakan salah satu jurusan yang ditawarkan melalui program beasiswa, termasuk ke Indonesia melalui DAAD. Saya lantas mengirimkan aplikasi perndaftaran dan dibantu oleh teman saya tersebut karena saat itu sama sekali saya buta mengenai Jerman, mengenai bagaimana hidup di sana, dan buta segalanya. Alhasil, saya diterima dan berangkatlah saya pada bulan Oktober 2003 menuju Magdeburg.

Melalui komunikasi lewat chatting dan email sebelumnya, saya sudah diperkenalkan terlebih dahulu dengan orang-orang Indonesia yang tinggal di Magdeburg, khususnya para mahasiswa di OvG University. Sehingga saat saya berangkat dan tiba di kota itu, salah satu mahasiswa PhD, pak Zaeni, berbaik hati untuk menjemput saya ke stasiun dan memberikan saya tempat tinggal sementara di wohnung-nya (baca: asrama). Memang, hingga saya berangkat saya belum mendapatkan tempat tinggal dikarenakan asrama mahasiswa di Magdeburg semuanya full booked, dan untuk bisa mendapatkan kamar di asrama ini perlu mendaftar 1 tahun sebelumnya. Tentu saja saya yang mendaftar 6 bulan sebelumnya, tidak bisa langsung mendapatkan kamar. Tetapi melalu strategi yang diterapkan oleh orang-orang Indonesia, saya tidak merasa kuatir untuk bisa mendapatkan kamar....bagaimana bisa? Itu nanti akan saya bahas pada posting berikutnya.

Patung Raja Otto I the Great di depan Balaikota

Kembali ke Magdeburg, sebuah kota yang berada di sebelah timur dari sungai Elbe. Kota ini merupakan salah satu kota penting di masa lampau khususnya pada masa kejayaan Kekaisaran Romawi. Kota ini juga merupakan kota yang aktif di dalam perdagangan maritim dengan Eropa Barat serta di wilayah Laut Utara. Pada tahun 1524 saat dimana Martin Luther kembali dan mulai mengembangkan ajaran Protestan, kota ini menjadi salah satu pusat kekuatan perkembangan Kristen Protestan yang sampai akhirnya, 100 tahun kemudian Magdeburg mengalami kehancuran akibat tekanan kekuatan dari Gereja Katolik Roma. Katedral Magdeburg saat itu menjadi satu-satunya bangunan yang masih dapat bertahan dari serangan dan pembantaian yang terjadi di kota tersebut selama kurang lebih 30 tahun.


Selama masa perang dunia ke II dan setelahnya, Magdeburg kembali menjadi reruntuhan. Bahkan kala itu bisa dikatakan menjadi salah satu kota yang paling parah kondisinya setelah terjadinya perang, kedua setelah kota Dresden. Di bawah pendudukan Uni Sovyet, banyak bangunan yang bertahan dihancurkan. Hanya beberapa yang tersisa di sekitar Katedral Santa Katerina dan Maurice, dan banyak bangunan yang ditinggalkan menunggu penghancuran. Contohnya adalah gedung Balaikota yang berdiri di tengah pasar sejak abad ke-13, yang kemudian dihancurkan selama masa perang 30 tahun. Gedung Balaikota yang baru kemudian didirikan kembali setelah direnovasi, dan dibuka untuk umum pada bulan Oktober 2005 yang lalu.

Gedung Balaikota Madgeburg (Magdeburger Rathaus)

Pasar malam yang diadakan di depan Balaikota

Di Magdeburg, walaupun buka merupakan kota besar yang penuh dengan hingar bingar seperti Berlin, terdapat banyak tempat menarik yang bisa dikunjungi seperti tempat-tempat bersejarah, bangunan kuno, bangunan modern, hingga taman-taman dengan desain modern. Tempat-tempat tersebut antara lain katedral Magdeburg yang menjadi simbol kota ini, Elbauenpark, bangunan kota tua di jalan Hasselbachplatz, sungai Elbe, dan beberapa monumen sejarah yang tersebar di berbagai tempat di Magdeburg. Saya akan coba menampilkan tempat-tempat tersebut satu persatu pada posting saya yang lain.

No comments:

Post a Comment